Entri Populer

Kamis, 28 April 2011

KEARIFAN LOKAL YANG ADA DI BERBAGAI LINGKUNGAN KITA (INDONESIA) YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEARIFAN PEMANFAATAN RUANG

Ladang Berpindah Sebagai Kearifan Lokal Kalimantan Tengah
Oleh: Ruslimah

       Indonesia sebagai kepulauan dengan berbagai multikultur membuat negeri ini kaya akan kearifan lokal. Tiap-tiap daerah mempunyai kearifan dalam memanfaatkan ruang. Kalimantan Tengah sebagai bagian dari Kearifan Nasional mempunyai kearifan lokal, misalnya dalam pemanfaatan lahan ada tradisi manugal, handep, ladang berpindah. Dalam pemanfaatan lahan dengan ladang berpindah ada beberapa kearifan yang dilaksanakan secara turun temurun. Dilihat dari kacamata global ladang berpindah menyalahi efektivitas pemanfaatan lahan, bahkan dianggap merusak lingkungan. Namun jika dilihat lebih dekat lagi ada kearifan-kearifan yang unik dan dapat menjadi alternatif penyelamatan lingkungan.
       Ladang berpindah di Kalimantan Tengah awalnya dilakukan dengan pertimbangan bahwa lahan yang telah digunakan selama bertahun-tahun mengalami penurunan tingkat kesuburan, unsur hara, kemudian membudaya dalam masyarakat desa. Dalam pemanfaatan ladang berpindah, masyarakat memperhitungkan kapan dimulai penebangan, pengeringan, pembakaran, pembersihan, penanaman (penugalan), perawatan dan pemeliharaan padi, manggetem ( mengetam, memetik padi), menumbuk/menggiling padi, menunggu masa penanaman padi kembali pada tahun berikutnya dengan menanam sayur-sayuran dan buah-buahan lokal yang umurnya pendek.
       Kearifan lokal dalam membuka lahan baru diawali musyawarah dan mupakat, ada pertimbangan kebersamaan dalam bekerja dan menghadami hama, tikus, burung dan serangga. Pemilihan lahan yang kemudian dilanjutkan dengan penebangan yang dilaksanakan secara handep (bekerja sama secara bergantian). Penebangan dilakukan pada musim kemarau dengan pertimbangan kayu-kayu yang ditebang bisa kering secara maksimal. Setelah dilakukan penebangan, kayu-kayu tersebut dapat dipilih untuk dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga misalnya membuat papan, tiang dan sebagainya, sebagiannya dimanfaatkan sebagai kayu bakar dan pembuatan pagar, jembatan sederhana dan sebagainya. Sisa-sisa kayu dan srumput kering kemudian dibakar dengan teknik pengosongan kayu kering 2 sampai 4 meter dari masing-masing tepi lahan dan pembacaan doa-doa atau mantera-mantera, dimaksudkan agar pembakaran tidak menyebar atau merembet ke lahan lain, cukup di lahan yang diinginkan.
       Setelah pembakaran lahan kemudian tanah dibersihkan dari ranting-ranting, ranting yang masih ada bisa diambil sebagai kayu bakar atau yang tidak bisa dimanfaatkan dapat dibakar kembali dalam unggun-ungun kecil, sehingga jika semuanya di bakar secara bersamaan akan menjadi seni api yang unik. Sisa-sisa pembakaran tersebut mengandung unsur hara dan pencegahan terhadap hama tanaman. Ada masa penungguan setelah pembakaran. Setelah dianggap aman dari sisa-sisa api dan adanya pendinginan lahan, maka dilakukan penanaman padi yang disebut dengan Manugal. Manugal dilakukan secara Handep, pemilik lahan mengundang pemilik lahan lain atau masyarakat untuk membantunya, suatu hari Si Pengundang membayar Handep pada pemilik lahan lain atau masyarakat yang telah datang membantu. Dalam pelaksanaan Manungal secara Handep para tamu handep dijamu untuk sarapan kemudian bersama-sama manugal dengan menumbuk tanah menggunakan kayu sebesar lengan dan setinggi tubuh atau lebih bagi yang laki-laki dan bagi perempuan di belakang laki-laki untuk menuangkan bibit padi, penanaman ini dilakukan dengan berjalan maju berbeda dengan penanaman padi di sawah yang dilakukan secara mundur. Ketika manugal pesertanya biasanya membacakan pantun lalu saling berbalas pantun yang menghibur.
       Penyiangan rumput dilakukan secara handep atau sistem upah, pemeliharaannya dilakukan oleh pemilik lahan dari hari ke hari. Sambil menunggu padi masak atau panen, petani menanam sayur atau buah-buahan di tepi lahan atau di tempat-tempat yang kosong. Jika padi sudah menguning dapat dilakukan penggeteman atau pemetikan padi secara handep atau upah. Padi yang sudah dipetik kemudian dikeringkan, disimpan atau digiling untuk bahan makanan pokok. Lahan yang sudah kosong bisa dilanjutkan dengan tanaman sayuran, tanaman obat dan rempah-rempah sampai menunggu penanaman padi selanjutnya pada tahun berikutnya. Menjelang waktu tanam, petani membersihkan sisa-sisa tanaman sayur. Ini lebih ringan jika dibandingkan sebelumnya. Demikian seterusnya berlangsung dari tahun ke tahun, menetap sampai lahan dianggap tidak subur lagi maka dibuka lahan baru lagi.
       Lahan yang lama ditanami karet atau tanam lain sebagai kebun, jika karet sudah cukup besar, maka ditanami rotan. Rotan-rotan itu merambat pada tanam karet atau pohon-pohon lain. Lahan tersebut bisa juga ditanami seperti kopi, pisang, dan sebagainya. Semua itu merupakan kearifan lokal untuk pemanfaatan lahan secara turun temurun. Sekita awal tahun 1995, lahir kebijakan baru dalam pengembangan lahan rawa, yaitu pembukaan lahan rawa secara besar-besaran melalui keppres No. 82 tahun 1995 tanggal 26 Desember 1995 yang dikenal dengan Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PPLG) sejuta hektar di Kalimantan Tengah. Hal ini menimbulkan dampak yang cukup serius terhadap kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal, yang kemudian proyek ini dianggap gagal. Ternyata kearifan lokal mampu sebagai alternatif penyelamatan lingkungan, dengan syarat dilakukan secara benar dan tidak menyimpang dari aturan-aturan yang ramah lingkungan.